Materi perkuliahan Pengantar Ilmu Sastra oleh Dra. Sri Mariati
Sejarah sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra sejak kelahirannya
sampai pada masa kekinian. Sejarah sastra modern khususnya di Indonesia diawali
dari angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan ’45 dan angkatan ’66.
Angkatan Balai Pustaka lahir pada tahun 1917, awalnya Balai Pustaka bernama Commisie voor de Volksletcttuur. Komisi
bentukan Belanda ini mulanya dipimpin oleh Dr. G.A.J Hazeu. Tugas dari komisi
ini untuk menyortir karya-karya sastra yang beredar kala itu. Karya-karya
sastra yang boleh terbit adalah karya-karya yang tidak berbau politik, harus
netral dari unsur agama, harus membangun dan mendidik budi pekerti dan
kecerdasan. Seiring berjalannya waktu, usaha komisi ini mulai berkembang.
Perkembangannya meliputi penerbitan karya-karya penulis pemula, mengumpulkan
cerita rakyat dari seluruh pelosok negeri, menerbitkan karya-karya terjemahan,
dan mendirikan perpustakaan di pengungsian.
Angkatan
Balai Pustaka mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
-
Kebanyakan
karya sastra waktu itu mengambil bahan dari problematika tanah Minangkabau
-
Perjuangan
kaum muda dalam memberantas kejanggalan yang terjadi dalam masyarakat misalnya
: poligami ( Salah Asuhan karya Abdul
Muis), kawin paksa (Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar), kebangsawanan (Pertemuan
Jodoh)
Namun,
menurut Radhar Panca Dahana dalam seminar “Sumbangsih Sastra Modern Pada
Peradaban Dunia” dalam rangka perayaan Pekan Raya IMASIND di Aula Fakultas
Sastra Universitas Jember, beliau memaparkan adanya indikasi pen-setting-an
dunia kasusastraan Indonesia dimulai sejak masa Balai Pustaka. Hal ini
didasarkan pada, penyortiran karya-karya pada waktu itu oleh Balai Pustaka
dengan cara lomba (para penulis) mengirimkan karya nya ke Balai Pustaka , hanya
untuk dinilai mana karya-karya yang mempunyai urgentisitas yang bisa membahayakan kemajuan bangsa Indonesia
(mematikan kearifan lokal). Alhasil, karya-karya yang terpilih berasal dari
bahasa Melayu dengan tingkat tinggi sehingga hanya segelintir pengarang yang
bisa serta bahasa itu juga yang memprakarsai munculnya Bahasa Indonesia sampai
saat ini.
Angkatan Pujangga Baru berasal dari dari nama sebuah majalah Pujangga Baru yang terbit pada tanggal
26 Juni 1933. Angkatan Pujangga Baru berlangsung selama sembilan tahun yaitu
dari tahun 1933-1942. Tokoh angkatan Pujangga Baru yaitu, Sanusi Pane, Armyn
Pane, dan Amir Hamzah.
Ada
perbedaan mencolok antara angkatan Balai Pustaka dengan angkatan Pujangga Baru.
Dalam penggunaan bahasa, angkatan Balai Pustaka cenderung klise (berulang-berulang)
sedangkan Pujangga Baru cenderung simpel dan modern. Cara mengarang, pengarang
angkatan Balai Pustaka dominan berbicara dan menasehati pembaca, sedangkan
pengarang Pujangga Baru hanya melukiskan, menyerahkan kesimpulan pada pembaca.
Isi cerita dari angkatan Balai Pustaka lebih kepada pertentangan faham antara
kaum tua dengan kaum muda (kolot dan modern) sedangkan pengarang Pujangga Baru
berisi segala persoalan yang menjadi cita-cita pemuda di waktu itu. Coraknya,
Balai Pustaka romantis sentimentil, sedangkan Pujangga Baru romantis idealis.
Dalam
paparan Radhar Panca Dahana, Pujangga Baru ini sebenarnya tidak berbeda dengan
Balai Pustaka, karena diprakarsai oleh orang-orang yang sama dalam
pendiriannya. Sehingga menurut beliau, memang dunia kasusastraan Indonesia
sudah direncanakan dari awal kelahirannya dalam suasana kehancuran.
Angkatan ’66. Pada tahun 1966 terjadi suatu peristiwa penting.
Peristiwa yang melahirkan angkatan yang menyebut dirinya Angkatan ’66. Generasi
ini mendobrak terhadap kebobrokan yang disebabkan oleh penyelewengan terhadap
negara secara besar-besaran. Penyelewengan yang membawa negara dalam jurang
kehancuran total.
Pancasila diselewengkan oleh
para pejabat yang penuh ambisi, tidak bermoral, kecuali moral untuk kepentingan
sendiri. Akibatnya masyarakat mengalami keruntuhan spiritual dan materiil. Protes terhadap pejabat tersebut dilakukan oleh
pelajar dan mahasiswa. Mereka menuntut
agar Pancasila yang telah diselewengkan dikembalikan seperti semula.
Berikut
pengarang/penyair Angkatan ’66 beserta karya-karyanya :
a.
Sapardi
Djoko Darmono : Sajak Orang Gila, Dingin Benar Malam ini, Siapakah Engkau, dll.
b.
Taufiq
ismail : “Almamater”, “Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya”, “Kita Adalah
Pemilik Syah Republik ini”, dll.
c.
Umar Kayam
: “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”.
d.
HB Yassin
: “Harapannya di Air Laut”.
e.
Gunawan
Muhammad : “Almanak”, “Lagu Pekerja Malam”, “Riwayat”, “Jangan Lagi Engkau
Berdiri”, “Pertemuan”, “Nina-Bobok”, “Hari Terakhir Seorang Penyair”, dll.
Kritik Sastra adalah ilmu yang menyelidiki karya sastra serta memberi
pertimbangan bernilai atau tidaknya suatu hasil sastra. Tarigan mendefinisikan
kritik sastra sebagai pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat, serta
pertimbangan yang adil terhadap baik buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran
nilai.
Sifat
Kritikus menurut Tarigan adalah sebagai berikut :
-
Jujur
-
Objektif
-
Berwawasan
luas
-
Menguasai
teori dan sejarah sastra
Hasil
kerja kritikus sangat bermanfaat untuk :
-
Pembaca
-
Ilmu
sastra
-
Perkembangan
sastra itu sendiri
Simbiosis Mutualisme :
-
Hubungan
teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra berbentuk simbiose mutualisme,
hubungan yang saling menguntungkan.
-
Maksudnya,
teori sastra digunakan oleh kritikus
sebagai pisau bedah atau alat untuk menganalisis. Sejarah sastra dapat membantu
kritikus untuk mengetahi termasuk angkatan berapa karya satra yang dikritiknya.
Tanpa menguasai teori sastra dan sejarah sastra maka hasil kritikannya akan
tumpul, tidak “bunyi”. Begitu juga sebaliknya, hasil dari kritikus akan memperkaya
teori sastra dan sejarah sastra.
Keren sob
BalasHapus