Minggu, 19 April 2015

KALA “TIMUR” MULAI LUNTUR

Di bagian timur dunia, tersebutlah sebuah Negara yang disesaki pulau-pulau yang jumlahnya ribuan. Pulau-pulau yang cantik rupanya. Negara tersebut boleh dibilang kaya akan segalanya. Sehingga patut kiranya muncul sebuah pernyataan “Gemah ripah loh jinawi” atau lagu dari Koes Plus yang menggambarkan betapa megah alam dari negeri ini :

“ Bukan lautan tapi kolam susu”
“ Kail dan jala cukup menghidupimu”
“ Tiada badai tiada topan kau temui”
“ Ikan dan udang menghampiri dirimu”
“ Orang bilang tanah kita tanah surga”
“ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”

            Yup, Negara ini adalah Negara Indonesia. Sebuah Negara kepulauan yang kaya akan budaya, kaya akan penduduknya, kaya agamanya, kaya suku-nya, bahkan hampir semua sumber daya alam di dunia ini ada di Indonesia. Wah.. hebat bukan? Kita semestinya bangga namun, malah sebaliknya kita bungkam membisu tanpa kebanggaan. Indonesia memang kaya namun, nyatanya dengan kekayaan tersebut Indonesia belum mampu menyejahterakan rakyatnya. Dari dulu hingga sekarang tetap berlabel Negara berkembang.

            Kalau kita mau berpikir, pasti ada yang salah dengan sistem Negara ini. Namun, kali ini kita tidak akan menyoroti dari sistem, tapi kita akan menggunakan kacamata budaya. Nah.. jika apa yang salah di negeri ini dilihat dari kacamata budaya maka, kesalahan bangsa ini adalah mulai menanggalkan budaya ketimuran itu sendiri. Apa sih budaya ketimuran itu? Budaya ketimuran ini adalah identitas asli dari bangsa Indonesia yang meliputi salah satunya adalah aspek kejujuran. Ya, pada millenium ini Indonesia telah kehilangan jiwa jujur maka pantas rasanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kemudian mencetuskan dengan slogannya “Berani Jujur Hebat” ini menunjukkan Indonesia kritis kejujuran. Namun, bukan berarti semua orang Indonesia itu tidaklah jujur, ada kok yang jujur (Cuma segelintir).

            Lalu apa sih yang menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan jati diri ketimurannya?
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah : tuntutan ekonomi, pengaruh budaya barat melalui globalisasi, dan yang paling fundamental adalah lemahnya iman seseorang terhadap Yang Maha Kuasa. Maka dari masalah yang pelik ini dicetuskanlah sebuah Negara “Jancukers” yang dasar negaranya adalah budaya “Jancuk”. Negara ini diciptakan oleh mbah sujiwo tejo dengan tujuan mengenalkan budaya “Jancuk” bukan kebiasaan “Jancuk”. Itu artinya, “Jancuk” adalah representasi dari keterusterangan. Sujiwo tejo melihat bangsa ini terlalu munafik maka Sujiwo tejo menawarkan budaya “Jancuk” untuk menumbuhkan budaya ketimuran sebagai anti klimaks dari kemunafikan.

            Hingga akhirnya, penulis mengajak para pembaca, mari jadi bangsa yang jujur, bangsa yang terus terang. Jika A katakanlah A meski itu menyakiti. Mari tinggalkan budaya yang kelihatan sopan dan santun tapi nyatanya mengajarkan sebuah kemunafikan dan kebohongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar