KALA “TIMUR” MULAI LUNTUR
Di bagian timur dunia, tersebutlah sebuah Negara
yang disesaki pulau-pulau yang jumlahnya ribuan. Pulau-pulau yang cantik
rupanya. Negara tersebut boleh dibilang kaya akan segalanya. Sehingga patut
kiranya muncul sebuah pernyataan “Gemah
ripah loh jinawi” atau lagu dari Koes Plus yang menggambarkan betapa megah
alam dari negeri ini :
“ Bukan lautan tapi kolam susu”
“ Kail dan jala cukup menghidupimu”
“ Tiada badai tiada topan kau temui”
“ Ikan dan udang menghampiri dirimu”
“ Orang bilang tanah kita tanah surga”
“ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”
Yup,
Negara ini adalah Negara Indonesia. Sebuah Negara kepulauan yang kaya akan
budaya, kaya akan penduduknya, kaya agamanya, kaya suku-nya, bahkan hampir
semua sumber daya alam di dunia ini ada di Indonesia. Wah.. hebat bukan? Kita
semestinya bangga namun, malah sebaliknya kita bungkam membisu tanpa
kebanggaan. Indonesia memang kaya namun, nyatanya dengan kekayaan tersebut
Indonesia belum mampu menyejahterakan rakyatnya. Dari dulu hingga sekarang
tetap berlabel Negara berkembang.
Kalau
kita mau berpikir, pasti ada yang salah dengan sistem Negara ini. Namun, kali
ini kita tidak akan menyoroti dari sistem, tapi kita akan menggunakan kacamata
budaya. Nah.. jika apa yang salah di negeri ini dilihat dari kacamata budaya
maka, kesalahan bangsa ini adalah mulai menanggalkan budaya ketimuran itu
sendiri. Apa sih budaya ketimuran itu? Budaya ketimuran ini adalah identitas
asli dari bangsa Indonesia yang meliputi salah satunya adalah aspek kejujuran.
Ya, pada millenium ini Indonesia telah kehilangan jiwa jujur maka pantas
rasanya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) kemudian mencetuskan dengan slogannya “Berani Jujur Hebat” ini
menunjukkan Indonesia kritis kejujuran. Namun, bukan berarti semua orang
Indonesia itu tidaklah jujur, ada kok yang jujur (Cuma segelintir).
Lalu
apa sih yang menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan jati diri ketimurannya?
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah :
tuntutan ekonomi, pengaruh budaya barat melalui globalisasi, dan yang paling
fundamental adalah lemahnya iman seseorang terhadap Yang Maha Kuasa. Maka dari
masalah yang pelik ini dicetuskanlah sebuah Negara “Jancukers” yang dasar
negaranya adalah budaya “Jancuk”. Negara ini diciptakan oleh mbah sujiwo tejo
dengan tujuan mengenalkan budaya “Jancuk” bukan kebiasaan “Jancuk”. Itu artinya,
“Jancuk” adalah representasi dari keterusterangan. Sujiwo tejo melihat bangsa
ini terlalu munafik maka Sujiwo tejo menawarkan budaya “Jancuk” untuk
menumbuhkan budaya ketimuran sebagai anti klimaks dari kemunafikan.
Hingga
akhirnya, penulis mengajak para pembaca, mari jadi bangsa yang jujur, bangsa
yang terus terang. Jika A katakanlah A meski itu menyakiti. Mari tinggalkan
budaya yang kelihatan sopan dan santun tapi nyatanya mengajarkan sebuah
kemunafikan dan kebohongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar